“Branding lo bukan di feed, tapi di cara lo ngerespon kultur.”
Fandom itu bukan main-main
Di era semua orang pengen viral, jadi konten kreator udah kayak rebutan mic di pensi. Tapi ada satu sosok yang dateng gak pake dorongan algoritma, dia punya suara sendiri.
Namanya Berlandfishtail. Fans Liverpool, gondrong, jaket Burberry, tapi yang dia bangun bukan sekadar gaya, melainkan narasi budaya.
View this post on Instagram
Napak Tilas: Bukan Fans Karbitan
Kalau banyak orang baru mulai ngonten dulu, baru bikin komunitas, Berland justru kebalik. Dia tumbuh dari akar komunitas, dan itu bikin personal branding-nya berdaging.
2009/2010: Aktif di komunitas fans Liverpool Indonesia
2018: Nulis buku komunitas “Liverpool FC Indonesia”, jadi dokumentasi kultural
2021: Dirikan komunitas Silaturedsmi, yang jadi backbone loyalitas
2024: Baru mulai aktif bikin konten digital, pasca nribun di Anfield
Ini bukan sosok viral semalam. Ini produk proses bertahun-tahun.
Dari Tragedi Heysel ke Casual Culture
Inspirasi awalnya datang dari tragedi Heysel. Saat itu, fans mulai meninggalkan atribut klub demi tampil lebih “bersih”, lahirlah gaya casual culture.
Fashion jadi penyamaran. Tapi buat Berland, fashion juga jadi bahasa budaya.
Dia angkat cerita itu di kontennya. Bahas Liverpool, tapi penonton salfok ke jaket, sepatu, topi. Di situlah celahnya: edukasi dibungkus gaya. Soft entry point yang bikin audience stay.
Bukan Viral, Tapi Vital
Konten Berland gak dibuat asal rekam. Dia punya editorial plan, database ide, dan arah yang jelas. Gak ngejar FYP, tapi ngejar relevansi.
Insting dan keresahan adalah kompasnya, bukan tren.
“Gue gak pernah mikirin algoritma. Yang gue pikirin: apa yang gue rasain dan resahin.”
Playlist TikTok = Strategi Narasi
Sekarang kontennya makin terstruktur. Di TikTok, dia bikin playlist tematik:
Brand (bahas fashion casual & referensinya)
Subculture (eksplorasi kultur fans & streetstyle)
History LFC (kupas sejarah Liverpool yang jarang dibahas)
Bedah Chants LFC (ulas anthem dan chant yang punya makna kultural)
Ini bukan sembarang playlist, ini kurikulum budaya.
Komunitas Bukan Follower, Tapi Fondasi
Komunitas offline adalah pondasi utama.
Silaturedsmi bukan cuma kumpulan penonton Liverpool, tapi space interaksi budaya. Di sana, Berland bukan seleb, tapi simpul cerita. Dan itu ngaruh banget ke tone kontennya: hangat, akrab, tapi punya kredibilitas.
Fashion Casual: Bukan Gaya, Tapi Posisi
Fred Perry. Spezial . Lyle & Scott. Semua item itu bukan buat gaya-gayaan.
Liverpool sebagai kota pelabuhan jadi tempat masuknya fashion dari luar. Scouser = tester pertama. Dan itu yang bikin gaya mereka otentik.
“Banyak warga London yang iri sama gaya Scouser,” kata Berland.
Dan justru karena gaya “Inggris banget” itu, dia dilirik banyak brand.
Monetisasi dengan Idealime
Kontennya udah dilirik berbagai brand:
Fashion casual
Grooming
Kopi
Bahkan komunitasnya pernah diajak kolaborasi brand bir dunia
Tapi prinsipnya jelas: monetisasi boleh, tapi idealisme jangan luntur. Karena once lo jual nilai lo sendiri, brand lo cuma akan jadi etalase kosong.
Impact: Followers yang Tumbuh Karena Relevansi
Untuk niche budaya fans sepakbola, angka ini bukan cuma reach, tapi respek. Artinya: personal brand yang kuat itu dibangun bukan dari views, tapi dari value yang dirawat.
Pelajaran dari Berland: Kenali Akar, Bukan Sekadar Algoritma
“Semua ada angkanya. Lo kerja keras, pasti ada hasilnya. Tapi jangan silau sama pencapaian orang lain.”
Berland ngajarin kita bahwa personal brand bukan tentang jadi paling rame—tapi paling nyambung sama komunitas yang lo ngerti, dan ngerti lo balik.
Penutup: Lo Gak Butuh Jadi Siapa-siapa, Asal Tau Siapa Lo
Kalau lo punya fandom, punya keresahan, punya cerita, itu udah cukup buat bangun brand. Tapi jangan asal gas. Pahami konteks, rawat komunitas, dan bangun narasi yang bernilai.
Berland gak pernah ngejar viral, tapi hari ini dia vital.

Bram is an SEO Specialist at Olakses with a background in Software Engineering and 10 years of experience in the field. His technical expertise and in-depth understanding of search engine algorithms enable him to develop strategies that drive organic growth and improve website performance