Contacts
Get in touch
Close
SEM Specialist Garuk Kepala

Brand Belum Dikenal, Tapi Udah Main Conversion? Lupa Funnel Marketing Ya?

“Mbak, saya baru buka klinik nih. Belum ada IG, belum ada website. Tapi bisa ya mulai iklan minggu ini? Soalnya mau langsung dapet pasien.”

Itu permintaan dari klien baru, seorang pemilik klinik kecantikan yang lagi semangat memulai usaha pertamanya.

Nia, Business Development Olakses, cuma bisa tarik napas dan senyum kecil.
Dia paham, semangat klien itu tulus. Tapi kenyataannya, iklan gak bisa langsung nyulap hasil dari nol.

Request itu pun mendarat ke Gema, SEM Specialist yang udah hafal pola ini:
brand belum dikenal, trust belum terbentuk, tapi target konversi udah disiapkan.

GEMA buka laptop, auto garuk kepala.

Landing page? Belum ada.
Instagram? Belum dibuat.
Testimoni? Belum terkumpul.
Google Maps? Belum diklaim.

Tapi ekspektasi client: langsung dapet leads dari iklan, ampun dj!


Realita Tim Marketing: Antara Dihimpit Target dan Struktur yang Bolong

Cerita ini bukan fiksi. Ini kejadian nyata yang sering banget muncul di tim marketing agensi atau in-house.

Nia, sebagai business development, sudah berhasil gaet klien. Klinik kecantikan ini baru buka dan pengen langsung rame. Tapi mereka belum punya satupun aset digital yang bisa jadi fondasi kampanye.

Gema, sebagai SEM Specialist, di posisi serba salah. Iklan bisa dijalanin sih, tapi dia tau persis: tanpa awareness, cost-nya bakal mahal, hasilnya kecil, dan yang kena marah? ya dia!

Pada akhirnya Nia dan Gema cuma bisa angkat alis, lalu nyengir kecil. Mereka udah sering dapet case begini.


Permasalahannya Sederhana, Tapi Sering Diabaikan:

“Bisa gak sih langsung ngiklan buat dapetin lead padahal brand belum punya apa-apa?”
Bisa. Tapi hasilnya kayak ngebut di jalan tol yang belum diaspal. Ban bocor, mesin overheat, dan kita disalahin karena gak nyampe tujuan.


Marketing Itu Estafet, Bukan Sprint

Kita suka lupa: iklan itu pelari terakhir dalam lomba estafet.
Kalau pelari pertama (brand awareness) dan pelari kedua (consideration) belum lari, ya pelari terakhir (conversion) cuma bengong di garis start.

Gema bukan gak bisa ngiklan, tapi siapa yang narik orang buat percaya dulu?

funnel marketing classic

Baca: ToFu, MoFu, BoFu: Bikin Funnel Marketingmu Makin Greget!


🔎 Data dan Fakta yang Harusnya Bikin Kita Mikir

  1. Konsumen Butuh Melihat Brand 3–5 Kali Sebelum Percaya
    Menurut OptinMonster, 64% konsumen perlu melihat atau mendengar klaim brand 3–5 kali sebelum mereka percaya dan melakukan aksi.
  2. CTR Tinggi Gak Menjamin Konversi
    Banyak bisnis senang lihat CTR tinggi, padahal tanpa fondasi trust, klik itu cuma penasaran lewat. Azarian Growth Agency bahkan bilang, kampanye tanpa awareness bisa bikin CPL (Cost per Lead) melambung.
  3. Funnel Marketing Itu Bukan Hiasan Slide
    Awareness → Consideration → Conversion. Funnel ini bukan teori doang, tapi skema realita perilaku konsumen digital hari ini.

Solusi: Bikin Map Sebelum Jalan

Nia dan Gema gak langsung ngiklan. Mereka duduk, ngopi, dan bikin roadmap yang waras.
Mereka bergerak menyadarkan klien untuk segera:

  • Bangun 1 landing page yang jelas

  • Buat konten IG edukatif + testimoni

  • Klaim Google Business

  • Jalankan awareness campaign dulu

  • Retarget visitor → baru push conversion ads

Karena strategi digital marketing yang bener itu bukan soal cepet, tapi soal urut.


Penutup

Kasus Nia & Gema ngingetin kita satu hal penting:
👉 Marketing itu soal urutan. Bukan cuma soal cepet.

Kadang kita terlalu buru-buru pengen hasil, sampai lupa jalan menuju hasil itu perlu disusun.
Iklan bisa jadi jalan pintas, tapi tanpa arah yang jelas, ujungnya muter di tempat.

Bangun trust dulu, baru minta transaksi. Kenalin diri dulu, baru ngajak orang beli.

Karena bisnis yang besar bukan yang paling cepat pasang ads, tapi yang paling sabar bangun fondasi.